Selasa, 06 Agustus 2013

Pertemuan

Setiap orang hadir dalam hidup kita karena sebuah alasan. Dipertemukan karena sebuah alasan pun juga dipisahkan. Mereka menawarkan kebahagiaan dan juga kesedihan. Menawarkan pendewasaan dan segala isinya. Pun bila dipersatukan, bukanlah tanpa alasan.

Apa? Entah. Hanya Tuhan yang tahu alasannya.

20 tahun hidupku, banyak orang yang datang. Merasakan bahagia saat bertemu dan juga sedih saat berpisah. Tiap orang punya cerita yang tersimpan dalam memory skala tera byte. Oh tidak, terlalu kecil. Mungkin seharusnya yotta byte. Tidak cukup hanya menampung 2^40 byte untuk cerita yang ada, bahkan 2^80 byte pun mungkin tidak juga.

Mereka yang datang dan pergi, atau yang datang dan memilih untuk tetap tinggal. Mereka semua sama, punya andil dalam hidupku, dalam faseku. Rasa bahagia dan rasa sedih yang ada adalah unsur pembentuk pendewasaanku.

Ketika emosi terucap sesal, tapi sesungguhnya syukur yang terpendam. Ya, bagaimanapun aku bersyukur. Untuk yang pernah menyakiti, terimakasih. Begitu pula yang pernah membahagiakan, terimakasih. Tanpa itu aku tidak tahu bagaimana aplikasi hidup. Hanya membuka buku, membaca, tanpa pernah diaplikasikan.

Untuk yang datang dan memilih untuk tinggal, terimakasih. Pun juga yang datang dan akhirnya memilih pergi, terimakasih. Tetap ada cerita dalam ratusan folder, dengan skala melebihi yotta byte. Dan mungkin besarnya melebihi Kaiju kategori 5.

Terimakasih untuk setiap fase yang ada. Karena dari tiap fase aku belajar mensyukuri hidup, mensyukuri tiap pertemuan pun dengan perpisahan. Dan aku akan selalu berfase, dengan macam cerita dan tokoh yang ada.




Untuk semua yang pernah hadir,
Terimakasih untuk fase yang ada. Untuk kesabaran, kedewasaan, dan kebahagiaan.

Jumat, 12 Juli 2013

Hello, I am Your Secret Admirer!

Pasti pernah denger istilah "Secret Admirer" kan? Iya, pengagum rahasia. Seseorang yang hanya sanggup mengagumi secara rahasia, tanpa ingin orang yang dia kagumi tahu siapa dia. Seseorang yang dapat merasa puas saat memandang orang yang dia kagumi secara diam-diam, mencuri pandang dari sudut matanya. Seseorang yang betah berlama-lama memperhatikan foto orang tersebut tiap detailnya.

Seseorang yang cuma bisa pasang muka manyun kalau liat orang tersebut lagi deket sama seseorang. Seseorang yang cuma bisa pasang muka sebel kalau ada orang lain yang ternyata mengagumi orang yang sama (deskripsi ini ngga berlaku buat yang jadi secret admirer seleb!)

Ada yang betah bertahun-tahun menyimpan rasa. Dari mulai masih bibit, sampai udah menjalar kemana-mana. Bodoh? Mungkin. Pengecut? Mungkin. Tapi mereka punya alasan mengapa mereka lebih memilih seperti itu. Mereka terlalu takut menghadapi kenyataan yang ada nanti. Sehingga mereka pun terbiasa untuk tidak memiliki, hanya mengagumi dan berimajinasi.

Para Secret Admirer terbiasa untuk puas tidak memiliki orang yang mereka kagumi. Cukup kagum, tidak perlu lebih. Namun ada pula yang akhirnya menyatakan perasaan. Mana yang lebih sakit, bertepuk sebelah tangan tapi mereka tahu bagaimana perasaan kita. Atau bertepuk sebelah tangan tanpa mereka pernah tahu sedikit pun tentang perasan kita?

Menyakitkan mencintai seseorang yang ternyata tidak mencintai kita. Tapi jauh menyakitkan mencintai seseorang tanpa kita pernah memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Tapi kasus Secret Admirer ini berakhir beragam. Ada yang akhirnya berani menyatakan dan ternyata ditanggapi, ada yang akhirnya berani tapi ternyata tidak berakhir sesuai keinginan, ada yang akhirnya menguap dan kalah karena perasaannya sendiri, dan yang terakhir, masih selalu menunggu dalam diam.

Gue pernah ada di posisi ini dan berakhir pada opsi ketiga, menguap dan kalah. Tapi betapa jauh membahagiakan jika kita bisa berkata, "Hello, I am you secret admirer!" Tanpa kita perlu memikirkan bagaimana tanggapan dia; karena yang terpenting kita sudah mengatakan apa yang kita rasakan, hal ini jauh lebih melegakan, bukan?

(Cint)aku Pergi

Aku mengagumi seseorang. Seseorang yang bahkan tak tahu kalau aku ada, pun rasaku.
Seseorang yang lewat pesan singkatnya menjelmakan kebahagiaan kecil bagiku.
Seseorang yang bahkan aku tak tahu kapan dapat kurengkuh.
Melihatnya secara diam-diam sudah memberiku letupan kecil.
Dan akhirnya aku terbiasa seperti itu.
Biasa terdiam, menunduk, dan mencuri pandang dirinya dari sudut mataku.

"Aku lelah hanya melihatnya dari sudut, aku ingin menatapnya jelas depan mataku," ujar mataku.

"Aku tak sanggup lagi menahan letupan-letupan kecil. Apalagi saat merasa panas ketika mata melihatnya bersenda gurau bersama wanita yang lebih segala dariku," ujar hati tak mau kalah.

"Aku pun demikian. Tanganku sudah lelah menahan rasa ingin menggapainya," pun tangan ikut kritis.

Ah. Bodoh pun dungu diriku.
Apalah arti rasa dan asa ini jika tak sanggup kuungkap.
Mencari bayangnya saat suram pun aku tak mampu.
Siapa aku? Bukan siapa-siapa.
Hanya dapat menunggu kabarnya dari angin malam,
dibawah bulan yang mulai menunduk meredup lelah.

Kamu masih milik terang saat aku dalam gelap mengagumimu.
Di batas gelap kau sering bercerita betapa indahnya terang.
Dan aku hanya bisa tersenyum kecut,
aku hanya gelap, bahkan saat bulan memudar.

Hingga akhirnya aku makin terbiasa.
Terbiasa untuk memandangi tanpa memiliki.
Jangan, jangan begini.
Jangan buat aku terbiasa.
Karena saat aku terlalu terbiasa,
rasaku pun menjadi biasa.
Begitu juga kamu, menjadi begitu biasa.
Hingga (cint)aku pergi..


Dedicated for both of you,
RSSP.DNS 

Jumat, 28 Juni 2013

Alasan yang Tak Beralasan

     Alasan. 1 kata yang terdiri dari 7 huruf. Orang bilang, setiap hal yang ada di hidup ini butuh alasan. Berlandaskan alasan, berpondasi alasan, dan berjalan dengan alasan. Benarkah demikian? Entah. Aku coba memaknai kata itu. Memaknai per huruf yang membangunnya, karena huruf itulah yang membangun suatu kata. Sebuah kata, "ALASAN."

     Saat ada yang bertanya, "Kenapa memilih orang itu?" Kita akan menjawab karena dia baik, karena dia pengertian, karena dia perhatian, dan berbagai jawaban yang bisa kita keluarkan. Tapi apakah itu sungguh-sungguh jawaban? Tidak. Itu hanya alasan. Alasan yang mensugesti kita untuk memiliki rasa terhadap orang lain.

     Saat ada yang bertanya, "Kenapa kamu menyukai makanan ini?" Biasanya aku menjawab, "Ngga tau, enak aja." Apa sesungguhnya itu jawabanku? Tidak. Karena aku pun tidak mengetahui pasti kenapa aku menyukainya, aku hanya beralasan. Alasan yang kupikir itu menyebabkan aku menyukai makanan itu.

    Demikian pula saat ada yang bertanya, "Kenapa kamu sayang aku?" Dan akhirnya dijawab, "Sayang tidak butuh alasan." Percayalah, tidak butuh alasan itu sebenarnya adalah suatu alasan. Jadi? Alasan yang tidak beralasan? Iya. Menurutku.


Sabtu, 25 Mei 2013

Why ... ?

"Why am I different from others?"

......

Gue tergolong orang dengan daya khayal yang amburadul, menit ini gue bisa berkhayal tentang A, selanjutnya lompat ke B, begitu juga dengan menit-menit selanjutnya, bahkan terkadang bisa kembali lagi berkhayal seperti khayalan semula. Umm, mungkin bukan berkhayal ya, cuma memikirkan sesuatu, baik yang pernah dialami, maupun yang sama sekali belum pernah gue alami.

Sore ini, entah kenapa gue teringat dengan salah seorang teman sewaktu di Jogja. Dia memiliki keterbatasan dalam pendengaran dan berbicara. Kak Arif, begitu gue biasa manggil dia. Perkenalan gue dengan Kak Arif berawal karena dia adalah pacar temen kost gue.

Dengan keterbatasannya, menurut gue Kak Arif sangat mandiri. Dia kemana-mana naik motor lho, dan menurut gue itu wow banget. Secara ya gimana jalanan Jogja yang banyak banget motor mobil lalu lalang. Tapi dia bisa. Dia juga ikut sebuah komunitas, gue lupa namanya apa, yang pasti komunitas ini pernah diundang ke Hitam Putih Trans7 dan Kak Arif ada disitu :')

Gue sempat berpikir, kenapa harus ada orang yang berbeda dari kita? Kenapa ngga disamain aja sih sama Tuhan? Kan Tuhan Maha Adil. Lagian kalo semua sama pasti lebih enak, ngga perlu ngerasa minder, ngga perlu ada yang sombong sok-sok gitu. 

Gue terus berpikir tentang hal ini, muter-muter aja di bagian itu. Hingga akhirnya pada satu titik gue sadar akan satu hal, "Kenapa juga harus sama seperti yang lain? Dengan adanya perbedaan manusia jadi tahu bagaimana cara mensyukuri segala hal yang ada dan bisa menjadi dirinya sendiri."

Keterbatasan yang ada bukan penghalang. Kita memang berbeda, tapi apa kita harus menjadi sama seperti yang lain? Tidak. Karena tiap individu itu istimewa dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Jadi menurut gue, kalau kelak kita nemuin seseorang yang bertanya seperti apa yang gue tulis pertama di post ini, yang harus kita jawab adalah,

"Why do you have to be like others?"


Rabu, 22 Mei 2013

Bukan EGEPE, Tapi AGAPE!

Sekarang ini, banyak orang yang suka bertindak tanpa memikirkan perasaan orang lain. Berbicara yang menyakitkan, atau berperilaku yang membuat orang tersinggung. Tapi pas kita tegur, komentarnya cuma, "Emang gue pikirin?" atau yang suka sok-sok Inggris, "So what? I don't care." Walaupun memang tidak semua orang memberikan respon seperti ini.

Pernah denger ungkapan "Lidah tak bertulang"? Ya, lidah kita emang ngga bertulang, tapi lidah kita bisa lebih tajam dari pisau yang rajin banget diasah. Omongan kita bisa menyakiti orang lain, entah kita sadar atau tidak. Omongan yang nyinyir dan sebagainya yang mungkin sering kita ungkapkan.

Terlebih kalau saat kita tidak menyukai seseorang, tidak hanya omongan kita, tapi juga perilaku kita pasti menyakiti orang tersebut tanpa sadar. Padahal terkadang alasan kita membenci seseorang itu sangat sepele. Karena sikap atau hal-hal yang sebenarnya tidak merugikan hidup kita. Salah satu permasalahan manusia sekarang adalah terlalu sibuk melihat kesalahan orang lain tanpa bercermin kepada diri sendiri.

Mengapa harus membenci seseorang tanpa alasan jika orang itu bahkan tidak pernah sedikit pun melukai hidup kita? Mengapa kita harus membenci orang lain dan mengorbankan hati dan tenaga kita? Kenapa kita tidak mengasihi saja semua orang tanpa perlu kita membencinya dan menyakitinya?

Sampai kapan mau mengucap, "Egepe.", "Emang gue pikirin.", "I don't care."? Sampai kapan?

Yuk, kita sama-sama belajar untuk berhenti EGEPE dan menggantinya dengan AGAPE.
AGAPE = KASIH. 

Tuhan sudah begitu baik pada kita, Dia mengasihi kita tanpa syarat. Tanpa melihat latar belakang kita. Dan haruskah kita membenci sesama saat Tuhan sudah begitu baik mengajarkan kasihNya yang tanpa syarat? Yang senantiasa memaafkan?

Kita sama-sama belajar untuk tidak menghakimi seseorang tanpa alasan, karena kita tidak berhak menghakimi, tetapi Dia yang memiliki hak untuk melakukan penghakiman pada kita. Dan kini saatnya kita untuk sama-sama belajar untuk memulai agape (kasih) kepada setiap orang di sekitar kita, karena kasih itu membahagiakan :)

--Thank you for Your forgiveness, Lord




Rabu, 15 Mei 2013

Mengeluh?

MENGELUH.

Siapa yang ngga tau kata ini? Atau bahkan ngga tau artinya? Gue coba search di Google dengan keyword "definisi mengeluh" dan gue mendapatkan ini, "menyatakan susah (krn penderitaan, kesakitan, kekecewaan, dsb): meskipun tugas itu sangat berat." Yang bisa gue simpulkan sendiri adalah suatu keadaan dimana kita menyatakan kesusahan yang kita alami karena penderitaan, sakit, dsb.


Siapa yang ngga pernah mengeluh? Coba sini ajak ketemu gue kalau ada orang yang ngga pernah mengeluh sedikitpun selama hidup, mau gue traktir teh botol terus gue ajak ngobrol panjang lebar, siapa tau dia bisa ajarin gue caranya buat ngga mengeluh. Two thumbs up banget buat orang itu!


Oke, gue ngga memungkiri kalau gue juga pernah mengeluh. Mungkin lebih tepatnya bukan "pernah", mungkin "sering", atau "jarang"? Entahlah. Intinya gue punya pengalaman dimana akhirnya gue mengeluarkan kata-kata keluhan.

Ngga asing deh sama omongan, "Aduh, berat banget deh." atau "Ah gila, kerjaan numpuk banget ngga ada habisnya." dan berbagai macam kalimat yang intinya menyampaikan keluhan. Bahkan narik napas dan menghembuskan napas panjang itu salah satu bentuk mengeluh yang terselubung lho. Sadar ngga?

Mengeluh emang wajar, namanya juga manusia biasa. Bisa ngerasain capek, terbebani, dan semacamnya. Bahkan terkadang ada juga yang habis mengeluh malah tambah semangat. Salah seorang temen ada yang sering banget ngomong gini, "Capek banget kerjaan gini mulu ngga ada habisnya." Tapi ngga sampai 5 menit kemudian dia bilang, "Harus cepet dikerjain deh ini, biar cepet beres." Dan dia langsung semangat banget. Buat gue, itu salah satu bukti bahwa terkadang mengeluh itu justru jadi energi tambahan buat semangat kita. Asal sesuai porsinya.

Oke, bahas sesuai porsi, pernah ngga denger orang yang hampir tiap saat kayaknya mengeluh terus? Tiap update PM isinya mengeluh, update status FB atau twitter juga sama. Pernah? Atau bahkan denger secara langsung? Lo risih ngga? Kalau gue, gue jujur aja ngerasa risih.

Disini gue bukan mau judge, cuma mau menyampaikan sudut pandang gue aja. Mengeluh terus ngga bikin masalah atau kerjaan lo beres. Kalau masih sesuai porsi sih ngga masalah. Tapi kalau udah lewat batas porsi seharusnya? Duh.

Hidup lebih bermakna kalau kita bersyukur. Mengeluh sesekali wajarlah, namanya juga manusia biasa bukan Tuhan. Tapi kalau bisa, jangan setiap detail hidup dipakai buat mengeluh. Sesekali mengucap, "Puji Tuhan." kalau lo Nasrani atau "Alhamdulillah." kalau lo Muslim. Itu bakal lebih bikin hati lo lebih lega, Sob.

Kalau setiap detail di hidup cuma kita pakai buat mengeluh, capek hati sama mulut kita. Kasian. Sayang kan sama mulut sendiri? Yuk coba dari sekarang, gue juga masih dalam tahap ini kok, berusaha untuk mensyukuri tiap aspek sekalipun gue emang mengeluhkan hal itu.

Percaya deh, dengan bersyukur hidup kita bisa lebih bermakna, hati juga bisa lebih lega. Sekalian menyayangi mulut sama hati. Kasian kalau dipakai mengeluh aja.

Sekali lagi, maaf-maaf kata nih ya kalau post gue terkesan sok tau, cuma mau bercerita dari sudut pandang gue. Jangan laporin blog gue ke MUI dan dibilang sesat kayak Eyang Subur. Salam Peace, Love, and Gaul! \m/